popular post

Get this widget!

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Sabtu, 02 Juli 2011
Home » PENINGGALAN DAN BANGUNAN AGAMA HINDU DI BALI

PENINGGALAN DAN BANGUNAN AGAMA HINDU DI BALI

Di Bali banyak ditemukan pura. Sebelum gempa bumi tahun 1917 tercatat jumlah pura sebanyak 10.000 buah. Menurut karakternya, pura-pura itu dapat dikelompokkan menjadi :
PURA KELUARGA
Pura ini didirikan oleh sekelompok keluarga tertentu yang mempunyai hubungan darah sama (genealogis). Pada tiap-tiap rumah tangga terdapat pura keluarga yang disebut Sanggah atau Pemerajan. Bila keluarga itu bertambah besar dan meluas kemudian mereka mendirikan pura keluarga yang disebut Dadya, Paibon atau Panti. Sedangkan untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan satu clan atau satu gotra dibuatkanlah sebuah pura yang disebut pura Kawitan. Yang disembah di pura keluarga ialah Tuhan Yang Maha Esa dan Dewapitara (ancestor).

PURA DESA
Pura ini terdapat pada masing-masing desa adat. Tiap-tiap desa adat di daerah Bali terdapat pura Puseh, Pura Desa, atau disebut Pura Bale Agung dan Pura Dalem. Ketiga buah pura itu disebut Kahyangan Tiga. Pada Pura Kahyangan Tiga ini yang disembah ialah Tuhan dalam wujud Trimurti yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa.

PURA BERSIFAT UMUM
Yang dimaksud dengan pura yang bersifat umum ialah pura-pura yang disungsung oleh jagad dan merupakan tempat penyembahan inti bagi umat Hindu. Pada zaman kerajaan-kerajaan di Bali, khusunya sesudah zaman majapahit, rupa-rupanya masing-masing Kerajaan di daerah Bali membuat pura Sad Kahyangannya masing-masing meskipun masih menganggap Sad Kahyangan Jagad, tetap merupakan pura inti. Pura ini didirikan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kepentingan sama. Misalnya untuk kepentingan bersama dalam bidang pengairan, mereka mendirikan pura di sawah yang disebut pura subak atau Ulun Carik, Ulun Danu.
Pengelompokan pura diatas lebih mudah dipahami sejak zaman kerajaan Samplangan, Gelgel dan Klungkung atau setidak-tidaknya pada masa Bali Pertengahan abad 14-19. Sebaliknya pada masa Bali kuno abad 8-14 keadaannya masih gelap.
Hal ini disebabkan antara lain :
• Bahan-bahan bangunan suci itu dibuat dari bahan yang tidak tahan panas dan dingin seperti kayu, bambu dll. Sehingga hanya mampu bertahan dalam beberapa abad saja dan selanjutnya musnah dimakan waktu.
• Keadaan geografis pulau Bali yang cukup labil sehingga sering terjadi gempa bumi seperti pernah terjadi tahun 1917.
• Daerah pegunungan terletak di tengah-tengah pulau Bali, yang secara tidak langsung membelah pulau Bali menjadi bagian utara dan bagian selatan. Keadaan geografis ini secara kosmos mempunyai arti penting, dimana kaja (utara) menurut Bali utara sama dengan kelod (selatan) menurut Bali selatan sedangkan kaja (utara) menurut Bali selatan sama dengan delod (selatan) menurut Bali utara.
Dari pengelompokan pura yang disebut Kahyangan tiga (pura puseh, Pura Desa/Bale Agung dan Pura Dalem), mengingatkan kepada adanya candi sebagai bangunan pemujaan leluhur (uncestor) dan candi Penataran di Jawa Timur sebagai tempat melakukan upacara bersama, antara keluarga dan kerabat Sang Raja dengan rakyat. Yang disembah pada kedua macam bangunan suci itu ialah roh suci leluhur yang telah disucikan dan disebutb Bhatara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada waktu pemerintahan raja Anak Wungsu sering disebut tempat-tempat suci yang penting, antara lain ialah:
Bhatara ring Antakunjarapada
Nama ini tersebut didalam prasasti Dawan 1053 M yang menyinggung tentang karaman (desa) Lutungan. Mengenai nama bangunan suci Antakunjarapada Dr. Goris (1957 : 29) berpendapat bahwa yang dimaksud Gua Gajah karena kunjara berarti gajah.
Bhatara Mandul di Sukhawana
Disebut dalam prasasti Dausa 1061 M. Sekarang di Pura Tegeh Koripan (gunung Penulisan) masih terdapat sebuah arca batu bertulis huruf Kadiri kwadrat yang mirip dengan tulisan di komplek candi Gunung Kawi. Tulisan ini terdapat di bagian belakang arca. Pengamatan dengan seksama menunjukkan bahwa tulisan itu harus di baca Bhatari Mandul bukan Bhatara mandul. Dengan demikian timbul pertanyaan dimana arca yang menggambarkan suaminya Bhatara Mandul. Ataukah yang dimaksud dengan Bhatara didalam prasasti seharusnya dibaca Bhatari mandul yang masih ada hingga sekarang? Mengenai desa Sukhawana sampai sekarang masih tetap bernama demikian dan terletak tepat di bawah gunung Panulisan.
Bhatara Bukit Humintang
Seperti halnya dengan Bhatara Mandul nama Bhatara Bukit Humintang ini dapat kita jumpai di dalam prasasti Dausa tersebut diatas. Lokasi bangunannya belum jelas diketahui. Mungkin di sekitar Dausa dan Sukhawana.
Bhatara ing Air Kanakantaralaya
Disebut di dalam prasasti Bwahan 1077 M. Lokasinya belum jelas diketahui sebab desa yang bernama Bwah atau Bwahan terdapat di kabupaten Bangli, diselatan Danau Batur, di kabupaten Gianyar dan di kabupaten Tabanan.
Candi Gunung Kawi
Merupakan kompleks candi padas terletak di pinggir sungai Pakerisan atau disebelah selatan Tampaksiring. Pada masa pemerintahan raja Marakata kompleks itu dinamakan Sanghyang Katyagan ing pakerisan Mengaran Amarawati sebagai disebut dalam prasasti Tengkulak.
Selain tempat-tempat yang masih dapat diketahui dibawah ini akan disebutkan nama-nama tempat suci yang sering dihubungkan dengan tempat pemakaman seorang raja atau yang diduga tempat pemakaman baginda setelah diupacarakan, misalnya :
1. Raja Ugrasena, sang lumah ri Banu-madatu
2. Gunapriyadharmmapatni (Mahendradatta) bhatari lumah i Burwan
3. Raja Udayana, bhatara lumah i Banu-wka
4. Marakata, bhatara lumah ing Camara
5. Anak Wungsu, haji lumah ing Jalu
6. Jayapangus, bhatara lumah i Dharmahanar.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Om Swastyastu, isinya bagus. mohon tambahkan sumber2 susastra nya. Suksme

Unknown mengatakan...

Om Swastyastu, isinya bagus. mohon tambahkan sumber2 susastra nya. Suksme

translate

English French German Spain

Italian Dutch Russian Brazil

Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google