popular post

Get this widget!

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Sabtu, 02 Juli 2011
Home » HUBUNGAN PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DENGAN BUDAYA DI BALI

HUBUNGAN PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DENGAN BUDAYA DI BALI

Bila kita melihat bermacam-macam kebudayaan daerah yang terdapat di Indonesia, maka nampak jelas perbedaan antara budaya atau kebudayaan Bali dengan budaya dan kebudayaan daerah lainnya. Populernya Bali di seluruh penjuru dunia adalah karena kebudayaannya yang luhur dan indah itu, tentu pula di samping potensi alamnya tempat budaya Bali tumbuh dan berkembang. Bagi pengamat sepintas, sulit pula membedakan antara agama Hindu dan budaya Bali, oleh karena itu sering terjadi identifikasi bahwa agama Hindu sama dengan kebudayaan Bali. Kerancuan ini perlu dijelaskan, bahwa kedudukan agama Hindu dalam hubungannya dengan budaya Bali adalah merupakan jiwa dan nafas hidup dari budaya danm kebudayaan ini.

Agama Hindu dapat disebut sebagai isi, nafas dan dan jiwa dari budaya Bali sebagai ekspresi atau gerak aktivitasnya. Agama Hindu sesuai dengan sifat ajarannya senantiasa mendukung dan mengembangkan budaya setempat. Agama Hindu ibarat aliran sungai, kemana sungai mengalir, di sanalah lembah disuburkan. Budaya dapat pula dibandingkan sebagai wadah dan agama sebagai air. Warna dan bentuk wadah menentukan warna dan bentuk air di dalam wadah itu. Demikianlah hubungannya agama Hindu dengan budaya atau kebudayaan Bali. Perbedaan budaya tidak akan menimbulkan perbedaan dalam pengamalan ajaran agama oleh umatnya, karena agama Hindu di manapun dianut oleh pemeluknya, ajarannya selalu sama, universal dan bersifat abadi.
Dalam hubungannya dengan kebudayaan Bali, agama Hindu yang merupakan jiwa, inti atau fokus budaya itu memancar pada :
(1). Pandangan hidup masyarakat Bali
(2). Seni Budaya Bali
(3). Adat - Istiadat dan hukum adat yang merupakan pangejawantahan dari hukum Hindu
(4). Organisasi sosial kemasyarakatan tradisional seperti desa Adat, Subak dan lain-lain.
Jalinan dari berbagai aspek budaya diatas merupakan aspek budaya yang benafaskan ajaran Hindu. Aspek – aspek budaya inilah yang merupakan mosaik kebudayaan Bali dewasa ini.
Sarasamuscaya 260 menyatakan agar ajaran Weda ditradisikan. Proses mentradisikan ajaran Weda ini dinyatakan dengan istilah Wedabyasa. Maksudnya agar ajaran Weda itu diwujudkan menjadi tradisi atau kebiasaan hidup dalam masyarakat. Sarasamuscaya 275 menyatakan dengan istilah "mangabiasa dharmasadhana". Artinya mentradisikan pengamalan Dharma.
Dari pentradisian pengamalan Dharma atau inti ajaran Weda itulah akan terbentuk kebudayaan Weda atau kebudayaan Hindu dalam kehidupan empiris untuk Hindu. Weda sebagai sabda Tuhan yang supra empiris itu tentunya akan berbeda dalam kehidupan kebudayaan Hindu yang empiris. Artinya, idealisme Weda akan mengalami lebih dan kurang dalam realita kehidupan penganut Weda.
Dalam Manawa Dharmasastra VII.10 ada dinyatakan bahwa untuk mensukseskan pengamalan Dharma (agama Hindu), hendaknya diterapkan berdasarkan lima pertimbangan yakni Iksha (pandangan masyarakat penganut Weda), Sakti (kemampuan), Desa (aturan rokhani yang sudah ada), Kala (waktu) dan Tattwa (kebenaran Weda).
Maksud sloka Manawa Dharmasastra tersebut adalah memberikan konsep untuk mensukseskan tujuan Dharma (agama Hindu). Artinya, penerapan Dharma itu akan sukses jika diterapkan berdasarkan pertimbangan seperti yang dinyatakan dalam Sloka Manawa Dharmasastra. Penerapan Dharma agar sukses jika diterapkan sesuai dengan pandangan masyarakat (Iksha), kemampuan umat (Sakti), aturan rokhani yang sudah berlaku (Desa),dan disesuaikan dengan waktu (Kala).
Yang penting tidak bertentangan dengan kebenaran Weda itu sendiri (Tattwa). Ini artinya Tattwa kebenaran itu harus diterapkan dengan disesuaikan dengan Iksha, Sakti, Desa dan Kala. Tujuannya sebagai media mengkemas pengamalan Tattwa.
Demikianlah halnya dengan kebudayaan Bali sebagai wujud penerapan Tattwa agama Hindu yang didasarkan pada pertimbangan keberadaan Iksha, Sakti, Desa dan Kala-nya daerah Bali. Dengan kata lain, kebudayaan Bali itu sebagai badan wadagnya agama Hindu. Sedangkan Tattwa atau kebenaran Weda itu sebagai jiwanya agama Hindu di Bali.
IB Gunadha juga mengutarakan , seiring dengan perjalanan waktu, Hindu di Bali demikian juga Hindu di India sudah mengalami perubahan, terkait dengan dinamika masyarakatnya. ''Ibarat bola karet. Ke mana ia menggelinding, akan dibalut oleh hal-hal yang terdekat. Demikian juga Weda, ke mana ajaran ini berkembang ia akan dibalut pula oleh budaya setempat,'' kata dosen sejarah Faksas Unud ini.
Secara teoretis, manusia mengembangkan kebudayaan selalu terikat pada waktu dan ruang, sehingga dikenal dengan Hindu Bali -- esensinya Hindu tetapi kulitnya dibungkus budaya Bali, di Jawa ada Hindu Jawa. ''Ini yang mesti dipahami. Agama lahir bukan jatuh dari langit, tetapi melalui perkembangan sesuai dengan ruang dan waktu. Dengan demikian budaya Hindu di Bali sangat berbeda dengan Hindu di Jawa,'' ujar Guru Besar FS Unud ini.
Ketika agama Hindu berkembang di Majapahit, sesungguhnya pada saat yang bersamaan di Bali sudah berkembang pengaruh Hindu, terbukti ditemukan prasasti Blanjong dan stupika di Goa Gajah. Hal itu terjadi pada Dinasti Warmadewa. ''Tidak bisa memurnikan agama 100 persen, karena sudah bercampur dengan budaya dan adat-istiadat,'' kata Putra Agung seraya menambahkan, kita terima hal ini apa adanya dan lestarikan. Hal ini penting karena menyangkut identitas umat Hindu di Bali.
Di Bali karena kreasinya demikian tinggi, jadilah Hindu Bali yang marak dengan upakara. Di Jawa, karena terbatas kreativitasnya, lebih mengutamanakan pada jnana. Sedangkan Hindu di Kalimantan lebih pada wujud pembangkitan kekuatan magis. Di situ justru konsep Tantris dan Bairawa yang lebih menonjol. ''Tetapi terkadang mereka yang tidak paham dengan konsep ini, mengatakan itu bukan Hindu,'' katanya.
Ketika ada wacana kembali ke Weda (back to Weda) dan ke India, kata Gunadha, muncul pertanyaan mesti kembali ke mana? Di India sendiri, umat tetap pada sekte atau aliran-aliran itu. Weda memang diakui oleh penganut sekte-sekte itu, tetapi pelaksanaannya tergantung mazabnya sendiri-sendiri.
Di samping itu, berdasarkan sejarah, agama Hindu di India telah mengalami perkembangan berkali-kali. Sementara Hindu di Bali belum pernah mengalami perubahan. Kalau kembali ke India, India yang mana?
Sementara itu Prof. Dr. Yudha Triguna, M.S. mengatakan, back to Weda, sebuah sikap formalisme agama. Artinya, mereka menganggap apa yang dilakukan masyarakat Hindu Bali selama ini seolah-olah bukan sebuah cermin dari agama Weda. Padahal sesungguhnya agama Hindu Bali yang dilaksanakan masyarakat Bali jauh lebih tua daripada formalisme Weda itu sendiri. ''Dengan demikian, kita mestinya tak buru-buru mengatakan back to Weda. Karena sesungguhnya masyarakat Bali sudah melaksanakan intisari yang tersirat dalam Weda itu sendiri,'' ujar Guru Besar Unhi yang juga Direktur Program Magister Ilmu Agama dan Kebudayaan Unhi ini.
Sejarawan Prof. Dr. AA Putra Agung mengatakan, berdasarkan sejarah, Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan terjadi pada abad ke-4, dengan ditemukannya prasasti Kutai di Kalimantan. Namun, sebelum Hindu masuk ke Indonesia, sesungguhnya masyarakat sudah memiliki kepercayaan terhadap nenek moyang. Terbukti dari data prasejarah, ditemukan bekal kubur. Benda-benda itu dikubur bersamaan dengan mayat almarhum. Ini terkait dengan kepercayaan bahwa di alam lain masih ada kehidupan.
AA Putra Agung mengatakan, sesungguhnya manusia sangat tergantung dengan alam, dan percaya alam memiliki kekuatan. Terbukti, di sejumlah negara muncul kepercayaan terhadap alam. Misalnya di Mesir dan Jepang ada kepercayaan terhadap Dewa Matahari. Sementara dalam masyarakat Hindu sendiri dikenal Dewa Bayu (dewa angin), Dewa Wisnu (dewa air), Dewa Brahma (dewa api), Dewa Surya (dewa matahari), Dewa Baruna (dewa laut), dll.

0 komentar:

translate

English French German Spain

Italian Dutch Russian Brazil

Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google